Liputan6.com, Jakarta Dolittle yang saat ini tayang di bioskop bukanlah kisah pertama Doctor Dolittle yang diangkat ke layar lebar. Versi klasik Dolittle dibuat oleh sineas Richard Fleischer pada 1967.
Dinominasikan untuk 9 Oscar, film Doctor Dolittle membawa dua piala untuk Lagu Tema Film dan Efek Visual Terbaik. Para sineas sadar, kisah Doctor Dolittle harta karun yang bisa dibuat ulang kapan saja.
Lalu kita melihat Dolittle versi 1998 yang dibintangi Eddy Murphy. Dolittle versi Eddy Murphy dicaci-maki kritikus. Meski demikian, film ini memanen uang 294 juta dolar AS. Tak heran jika tiga tahun kemudian ada sekuelnya dengan kualitas memburuk.
Dolittle, Lady Rose, dan Tommy
Di tangan Robert Downey Jr., kita berharap kualitas Dolittle kembali berpijar. Film ini mengisahkan kehidupan Dolittle (Robert) yang bahagia. Menikahi Lily (Kasia), pasangan ini dihadiahi bangunan dan taman suaka oleh Ratu Inggris, Victoria (Jessie). Suatu hari, Lily pamit untuk melintasi samudra demi melacak keberadaan Taman Pohon Eden.
Perjalanan Lily diadang ombak besar. Kapalnya tenggelam. Ia meninggal. Burung Kakatua Polly (Emma) yang menemani Lily pulang membawa cincin kawin. Dolittle yang terpukul menutup taman satwa untuk umum. Tahun demi tahun berlalu. Suatu siang Tommy (Harry) menemani pamannya berburu di sekitar kediaman Dolittle.
Tak sengaja ia menembak tupai. Tergerak belas kasih, Tommy minta bantuan Dolittle. Di hari yang sama, Dolittle kedatangan tamu Lady Rose (Carmel) yang mengabari Victoria sakit dan hampir mati.
Polly mengingatkan Dolittle, jika Victoria mangkat, Departemen Keuangan akan menutup taman satwa. Dolittle dan seluruh satwa dilempar ke jalanan. Akhirnya Dolittle ke Istana Buckingham. Ia disambut Lord Thomas (Jim) dan dr. Blair (Michael).
Dua Titik Balik Dolittle
Dolittle versi 2020 seindah dongeng. Ini dimulai dengan animasi dua dimensi yang mengisahkan mengapa Dolittle punya rumah seluas puri berikut hutan berukuran mini yang menjadi habitat satwa langka. Animasi menggerakkan kisah pertemuan Dolittle, Lily, dan Ratu Victoria.
Berakhir dengan kapal Lily karam, kisah Dolittle menjelma menjadi live-action. Dua konsep visual ini memiliki kelemahan dan kelebihan. Kelebihannya, memungkinkan penonton segala umur termasuk anak-anak merasakan dua sensasi bercerita. Kelebihannya, kehilangan yang dirasakan Dolittle terasa kurang gamblang dan dramatis.
Padahal, momen kehilangan titik balik pertama yang mengubah kehidupan sang tokoh utama yang cerah menjadi mendung. Titik balik kedua, tentu kehadiran Tommy Stubbin dan Lady Rose.
Plot Utama Ditopang 2 Pilar
Nah, kedua belia ini menjadi oase di tengah kehidupan Dolittle yang monoton. Romantika keduanya mewakili senandung masa puber. Beruntung, tim penulis naskah tak membiarkan film ini terjerembab pada kisah cinta monyet.
Fokusnya tetap ke Dolittle menemukan kembali “matahari”-nya, dengan bantuan para satwa dan dua remaja tanggung ini. Dolittle berproses. Kedua remaja ini pun bukan pemanis buatan. Lady Rose berjibaku dengan kepercayaan Sang Ratu di tengah intrik politik kerajaan. Tommy mati-matian membuktikan diri lewat pencarian jati diri.
Cerita utama yang ditopang dua pilar kecil ini mengantar kita ke petualangan yang asyik sekaligus klasik. Ada satu-dua tokoh pendukung yang hadir. Fungsinya mewarnai cerita dan menerangi latar tokoh utama.
Bangkitkan Imajinasi Penonton
Daya tarik lain, tentu satwa-satwa di seputar Dolittle dengan polahnya yang kocak. Mereka tampil dengan bahasa binatang hingga Inggris. Suara mereka diisi sejumlah bintang papan atas termasuk para peraih Oscar. Bukan hanya sumbang suara. Mereka membuat satwa-satwa ini hidup, believable, dan membangkitkan imajinasi penonton.
Bebek gila Dab-dab dihidupkan Octavia Spencer. Suara si rubah Tutu diisi Marion Cotillard. Rami Malek menjelma menjadi gorila Chee-chee. Ada pula tupai narsistik yang sok jadi penyintas, Kevin (Graig Robinson). Satwa lain yang tidak kalah gokil, yakni Jip (Tom Holland), Barry (Ralph Fiennes), dan Betsy (Selena Gomez).
Tanggalnya Citra Tony Stark
Setiap satwa punya andil. Tidak sekadar bikin heboh alias jadi penggembira. Di sinilah letak kegeniusan Stephen, Dan, dan Doug dalam merangkai kisah hangat soal cinta, persahabatan, dan kepercayaan. Sayang, mendekati akhir Stephen Gaghan tampak buru-buru. Penyelesaian konflik terkesan ngebut dan instan.
Di luar plus minusnya, pujian patut diberikan kepada penata kostum, artistik, dan departemen efek visual yang membuat para satwa tampak punya cinta. Jangan lupa, performa Robert Downey Jr. di film ini sebuah langkah maju. Citranya sebagai Tony Stark tanggal sudah.
Tentu saja, ini berkat aksi reaksi yang cair antara Robert dengan pemeran Lady Rose dan Tommy Stubbins. Ya, Harry Collett membuat kita percaya di dunia yang makin egois ini masih ada cowok penuh belas kasih. Wajah aktor ini tampak tulus. Pun Carmel Laniado dengan aura ningrat di air mukanya.
Hasil Akhir Mengesankan
Dengan kata lain, kami berterima kasih pada penata peran alias casting director. Kejeliannya dalam memilih pemain dan pengisi suara membuat Dolittle rilisan 2020 melampaui versi sebelumnya. Digarap serius, dengan hasil akhir mengesankan.
Pemain: Robert Downey Jr., Kasia Smutniak, Harry Collett, Antonio Banderas, Carmel Laniado, Jessie Buckley, Jim Broadbent, Michael Sheen, Emma Thompson
Produser: Joe Roth, Jeff Kirschenbaum, Susan Downey
Sutradara: Stephen Gaghan
Penulis: Stephen Gaghan, Dan Gregor, Doug Mand, Thomas Shepherd
Produksi: Universal Pictures
Durasi: 1 jam, 46 menit
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Dolittle, Digarap Serius dengan Hasil Akhir Mengesankan"
Post a Comment